Petaka di Songgoriti

9 07 2009

“Siap?” tanyaku pada Yanti. Sie Dana Usaha Writing Camp se-Jatim.
“Kita kemana saja Mbak?” dia balik bertanya.
“Hari ini agenda kita, ke Ruli (sekretaris) untuk ngambil proposal. UIN ketemuan dengan Mbak Ika buat bagi tugas, Agrowisata Batu, SMA Ar-Rohmah Putra dan Putri, serta SMA 8. InsyaAllah Dhuhur selesai kok,” karena setelah Dhuhur, Yanti ada acara.
“Ok, Mbak.”
Setelah bertemu Ruli dan Mbak Ika kami meluncur ke Agrowisata Batu untuk menindak lanjuti proposal yang kami kirim sekitar 3-4 minggu yang lalu. Perjalanan ke Agrowisata kali ini adalah pengalaman pertama kami. Karena dulu yang menyerahkan Pak Lufi, tapi karena hari ini beliau sibuk dengan urusan kantor, jadi gantian.
Seperti apa yang ditakutkan sebelumnya. Kami benar-benar nyasar di daerah yang belum kami kenal. Ya, kami hanya diberi ancer-ancer saja. Aksi tanya menanya pun terjadi. Alhamdulillah sampe juga.
Orang pertama yang kami temui adalah Pak Satpam. Ehm.. beliau dengan ramah bertanya tujuan kami. Kamipun bercerita dengan fasihnya tentang rencana writing camp ini.
“Proposal ditujukan ke mana Mbak?”
“Personalia Pak,”
“Wah, disini bagian hotel. Personalia di kantor Agrowisata,” ternyata kami salah tempat! Bapak Satpam pun menunjukkan kantor yang dimaksud.
Tanpa ba bi bu lagi kami segera meluncur. Hwua… jalan menuju kantor benar-benar makadam! Jadi pijat refleksi deh…
“Yang mana ya Mbak?”
“Kita cari dulu, katanyasebelah kiri dan dekat bambu-bambu gitu,”
“Itu mungkin,”
“Ya sepertinya,”
Memasuki kawasan agrowisata kami disambut bapak satpam lagi. Beliau menghubungkan kami dengan bagian personalia melalui telepon. Tapi kok nggak diangkat-angkat ya…
“Personalia hotelkan Mbak?”
“Personalia Agro Pak,”
“Ooo, beliau menekan nomor yang berbeda.,” wah, ternyata Agrowisata ini mempunyai jenis usaha bermacam-macam.
Menunggu dan menunggu, tapi kok tidak ada yang mengangkat ya. Padahal ini jam kantor. Akhirnya kuputuskan untuk minta izin masuk buat nego kerjasama. Alhamdulillah diizinkan.
Kamipun masuk di ruangan personalia. Ada bapak yang ramah menyambut kami. Pertama kami menanyakan perihal proposal yang sudah dikirim sejak 3-4 minggu yang lalu. Namun apa yang terjadi… pihak Agro merasa belum menerima proposal dari kami.
Akupun mengeluarkan proposal baru untuk Agro. Dengan gaya meyakinkan kuceritakan maksud proposal yang kami bawa. Beliau sepertinya tertarik. Alhamdulillah.
“Maaf sebelumnya Mbak. Karena sekarang sedang masa pergantian jabatan. Jadi kami belum bias memutuskan. Apalagi hari ini bagian personalia tidak masuk karena izin ke rumah sakit. Jadi proposal bisa ditinggal dulu, dan bla bla bla..” Hwua.. ternyata!
Sabar Zie, sabar Zie, kuelus-elus dadaku berulang kali.
“Kemana lagi Mbak?”
“SMA Ar-Rohmah, tapi aku lupa jalannya.”
“Terus?”
“Ke Radio Mitra dulu ya, aku kenal ma pimpinannya. Semoga beliau ada, jadi bisa dicurhatin,” Sepeda menuju Radio Mitra Batu.
Di tengah jalan, masih daerah Songgoriti, nampak dua bus saling mendahului, “Piuh, gimana sih sopirnya. Jalannya kan sempit!” perkataanku diiyakan Yanti.
Beberapa detik kemudian, bus bagian belakang berhasil mendahului. Lha tepat ketika mereka berjalan beriringan, salah satu bus berada tepat di depan kami. Yanti dan aku hanya bisa berdoa. Dengan mendadak, Yanti banting setir ke keiri, ke arah semak-semak.
BRUAAAK.. kami berdua jatuh di bebatuan. Alhamdulillah bukan sungai atau selokan, karena beberapa jalan, pinggirnya adalah selokan. Dua bus terus melaju menjauhi kami tanpa ada rasa bersalah. Tidak ada luka, hanya kaget.
“Mbak, ada yang luka?” tanya Yanti.
“Seharusnya aku yang tanya, anti nggak apa-apa?” karena sebagian tubuhnya tertindih sepeda.
“Nggak,” sambil menegakkan sepeda.
“Ana juga nggak apa-apa,”
Dia menaiki sepeda kembali, begitu juga diri ini.
“Anti benar-benar nggak apa-apa kan?”
“Iya Mbak,”
“Nggak ada air ya, biasanya kalau kaget minum dulu. Ehm, pelan-pelan saja ya,” Yanti mengiyakan.
Memang jalan di Batu itu berkelok-kelok, apalagi daerah perkampungan. Berkelok-kelok, naik turun, dan tidak terlalu lebar.
Alhamdulillah sampai di Radio Mitra.
“Kok, ditutup?” tanya Yanti.
“Mungkin masih siaran,” kami mencoba mendorong dan menarik pintu. Tapi tidak berhasil.
“Biasanya aku dan temanku langsung masuk, hehehe, tapi sekarang kok g bisa,”
Kuamati si pintu, kucoba menarik dan mendorongnya ke dalam. Tetap g bisa! Gak ada bel lagi. Tanganku mencoba menggeser si pintu.
MasyaAllah, ternyata digeser. Mengapa dulu aku tidak pernah mengamati temanku pas buka pintu ya. Aku dan Yanti tertawa. MasyaAllah ternyata…
“Assalamu’alaikum,” salam berulang kali tidak ada balasan.
Coba kita tunggu dulu, siapa tahu lagi on air. Dan benar! Beberapa menit kemudian, turunlan salah satu pegawai. Duh aku lupa namanya…kalau nggak salah Pak Wasim.
“Ya ada yang bisa saya bantu?” Tanya beliau.
“Pak Haris ada?”
“Masih siaran, nunggu di atas saja,”
“Di bawah saja Mbak,” tawar Yanti.
“Saya tunggu di bawah saja,”
“Di atas nggak apa-apa,”
“Di bawah, di atas, di bawah, ya dah di atas,” akhirnya kami menuju lantai dua.
Terdengar suara Pak Haris sedang siaran. Beberapa menit kemudian beliau menemui kami. Obrolan pun dimulai. Kuceritakan maksud kedatanganku di sini.
“Ok, Mbak bisa. Terkait kerjasama saya lihat proposalnya dahulu,” aku baru sadar kalau proposal cadangan sudah kuberikan Agrowisata.
“Ehm, proposalnya menyusul ya Pak, afwan,” beliau tersenyum mengiyakan.
Sebelum pamit tak lupa diri ini Tanya alamat SMA Ar-Rohmah. O ya, Radio Mitra ini dibawah naungan Hidayatullah, SMA Ar-Rohmah juga. selain dua instansi ini ada juga majalah, BMH, dan lain-lain. Salut deh buat Hidayatullah.
Perjalanan ke SMA Ar-Rohmah Putra dan Putri tak kalah menantang. Jalannya naik turun. Dengan mengikuti petunjuk kami meluncur.
“Mbak, masak kita ke pondok pria? Gimana kalau dititipkan di bagian putri?” tanya Yanti saat memasuki wilayah pesantren putri.
“Kupikir juga begitu.”
Di pesantern putri kami bercakap-cakap dengan ibu di bagian humas, karena saat itu bagian kesiswaan sedang ada acara. Dari percakapan, aku menarik kesimpulan kalau kesiswaan antara laki-laki dan perempuan terpisah. Jadi mau tidak mau kami harus ke pesantren pa.
Sesampai di pesantren putra, kami canggung berat! Nggak PD! Apalagi kesan pertama dah malu. Kami salah parkir.
But, gimana lagi kami sudah masuk kantor jadi sulit rasanya untuk keluar. Beberapa saat kemudian keluar salah satu guru atau apa, nggak paham (afwan). Di hadapan beliau, mulut ini terkunci! Piuh, suungguh rasanya saat itu aku ingin pake cadar! Seperti di sarang penyamun saja. Yanti juga tidak jauh beda.
Keluar dari kantor adalah hal terindah waktu itu. Rencana semula mau numpang sholat di masjid pondok nggak jadi. Kami segera meluncur melarikan diri.
“Piuh Mbak, seperti mau nemukan manten saja,” aku tertawa mendengar pernyataan Yanti.
“Iya, ya?” kamipun tertawa.
“Mbak, tahu nggak sih aku dari tadi belum mandi,”
“Hwua? Masak?”
“Habis dingin!” ya sih, memang hari ini dingin banget.
“Untung kita tidak berkeringat,” hehehe…
Alhamdulillah kelar! Ups satu lagi ding… SMAN 8 Malang…
Robbi, tolong permudah dan ridhoi langkah kami ini… Amin.





Free E-Book – From IBSN (BUKU GRATIS dari IBSN)

13 12 2008

******
Posting ini saya pakai mode STICKY POST – jadi nongol terus di bagian atas, sedangkan postingan saya tanggal sesudah ini berada dibawahnya 🙂

*****
Download disini

atau disini

***
Tulisan Aslinya di Blog saya ini

***

Alhamdulillah, hanya itu yang bisa saya ucapkan. Sejak saya berkampanye indahnya berbagi di blog, satu persatu dari para blogger menyambut seruan itu.

Adalah Mas Deni Pradana yang membantu saya menjadikan kampanye itu semakin nyata, dengan dibuatnya Nama dan Banner dari kampanye kami. Indonesians’ Beautiful Sharing Network. Dan di luar dugaan kami, sambutan dan dukungan dari para blogger lain mulai berdatangan. Akhirnya tercetuslah sebuah jaringan dan persahabatan melalui jaringan berbagi ini.

Di IBSN ini selalu banyak kejutan, yang terbaru adalah IBSN Award yang memang pernah kami gagas, dan alhamdulillah sambutannya bagus. Baca entri selengkapnya »





Rumah Singgah

17 09 2008

“ Cinta ini membunuhku…ouoo..”

Nyanyian pengamen cilik itu membuatku menoleh kepadanya, suara serak anak kecil itu memang tidak terlalu jelek dan enak didengar. Dihari yang sangat panas ini rupanya tidak menyurutkan niat pengamen cilik itu, padahal suasana di bis terasa sangat tidak mengenakkan. Bau keringat bercampur debu membuat suasana semakin terasa berat, tapi sepertinya dia cuek saja.

Pengamen cilik masih terus bernyanyi saat aku turun tepat di depan jalan menuju rumahku. Sejak bertemu pengamen cilik itu rasa penasaran selalu menghingapi tubuhku, rasanya aku ingin tahu banyak tentang pengamen cilik itu. Sambil berjalan aku berpikir tentang bagaimana aku bisa mengetahui banyak tentang pengamen itu selain dengan cara melihat tingkah polahnya di dalam bis. Baca entri selengkapnya »





ARTI SEORANG IBU

17 09 2008

Senja memamerkan kemolekannya. Cahaya merah jingga menjaring perhatian banyak orang. Tapi tidak demikian dengan Karima. Janda satu anak itu melewati sore itu dengan termenung kaku di ruang tamu. Tubuhnya yang lelah disandarkannya pada kursi jepara yang berukiran serumit keriput wajahnya. Pandangannya tertuju lurus kedepan dimana siang tadi duduk seorang tamu yang membuka luka lama.

Hatinya bergemuruh bagai topan yang mampu menghancurkan apa saja yang berada di dekatnya. Sesaat air matanya meleleh karena pendaran kesedihan yang dialaminya. Wania renta ini seakan mau berteriak dan memberontak: ini tidak adil! Tapi yang lebih dikuatirkannya adalah reaksi anak semata wayangnya bila ia mengetahui bahwa dirinya telah menutupi identitasnya. Apakah putri curaan kasih sayangnya akan membencinya bila ia tahu hal yang sebenarnya.

Beban berat membawa pikirannya mengembara ke kejadian 18tahun lalu. Baca entri selengkapnya »





INDAHNYA PKPT

17 09 2008

Bayangan komdis malam itu terus menampar wajahku, sehingga belaian mimpi indah tak bisa kurasakan, jangankan tidur, membayangkan menyambut selimut saja sulit. Sedih. Bukan karena aku tak makan seharian, diputus cinta, atau sebab lainnya, tapi karena memikirkan tugas PKPT besok. Baca entri selengkapnya »





Mbok Darmi

17 09 2008

Nur Muhammadian

“Kesabaranku sudah habis mas…!” aku sengaja memilih kata-kata itu untuk memulai pembicaraan agar mas Damar suamiku tidak menjawab dengan kata-kata klisenya : “Sabar dik, yang sabar…”. Ternyata benar, sesuai harapanku, dengan tersenyum mas Damar menjawab beda “ Aduh, gawat banget ! Harus segera belanja kesabaran nih!” mas Damar mencoba berkelakar untuk menenangkanku. Aku diam saja memandangnya tajam.

Menyadari usahanya yang gagal, mas Damar memegang tanganku dan berbicara lebih serius tapi tetap lembut “ada apa dik? Apa salahku?” Baca entri selengkapnya »





KARENA KITA ADALAH SAHABAT…

17 09 2008

Kadang aku tak mengerti, lebih besar mana pengorbanan cinta dengan sahabat? Disaat cinta terpaksa menjauh karena tak ingin persahabatannya ternoda, atau disaat sahabat menjauh karena khawatir cintanya terluka. Siapa yang lebih dahulu mengenal. Cinta atau sahabat? Apakah karena sahabat sehingga cinta menjadi dekat atau karena cinta sahabat tidak ingin jauh. Persahabatan dan cinta sungguh tipis bedanya.

Dikala kedekatan seperti tak ada jarak, saat waktu terasa lebih berharga bila dengannya. Saat perkataannya lebih didengar dari kata hati sendiri, saat resah menjelma kala tak lagi bersama, dan rasa kehilangan begitu menguasai kala ia tak lagi disisi. Dan masih begitu banyak saat-saat lain, yang tak tertuliskan. Bahkan disaat makan begitu tak berselera, dan minumpun terasa hilang kesejukannya. Disaat itulah tumbuh benih-benih yang tak pernah disadari dari mana datangnya. Hingga ketegasan diripun tak mampu menolaknya, kekuatan hatipun tak sanggup untuk mencabutnya.

Suara dering telepon dimalam itu menjawab segala teka-teki, seperti mendung yang akhirnya menjadi rinai bermelodi. Aku tidak salah dengan perasaanku selama ini. Rasa yang selalu terbatasi oleh dinding persahabatan, rasa yang mencoba kukikis habis dengan berjalannya sang waktu, karena aku tak ingin menodai kasih suci seorang sahabat. Ada yang bilang sahabat itu lebih abadi dari kekasih. Ada mantan kekasih, tapi tak pernah ada mantan sahabat. Prinsip ini yang membuatku untuk tidak pernah menunjukkan di hadapannya apa yang aku rasa, meski aku kesulitan untuk menyembunyikannya. Baca entri selengkapnya »





Kalung Mutiara Ara

17 09 2008

Cerpen Anindita W. Nastiti *)

“Kak… kak Ata!! Sini Ara kasih tau…” suaranya terdengar lembut menggoda dengan mata yang sengaja dikerlipkan. Ara, adikku satu-satunya, mengajakku mendekatinya.
Dengan nada yang dilembut-lembutkan begini, sepertinya ada yang sedang dia inginkan dariku. Biasanya sih…

“Apa sayang?” bibirku yang imut berhasil mendarat mulus di pipi kanannya yang mirip bakpao.
“Tadi kan Ara pergi nemenin bunda ke supermarket, Ara liat kalung baguuus banget deh, Kak!”
Nah, benar kan dugaanku!

“Terus?? Bunda beliin nggak?” Baca entri selengkapnya »





UDAH MEPET NIH

17 09 2008

Oleh : Muhamad Munir

“Masya Allah!”, sekarang udah pukul 08.03 wib, seperti yang tertera pada sudut kanan bawah dari program windows pada laptopku. Udah satu minggu tugas membuat cerpen ini diberikan oleh teman-teman panitia Pelatihan Menulis FLP Universitas Negeri Malang (FLP-UM) kepadaku dan teman-teman peserta yang lain. Aku gak tau apakah tugas yang baru aku pegang satu jam menjelang pertemuan hari ketiga Pelatihan Menulis FLP-UM hari Minggu jam sembilan ini akan rampung atau tidak. Just do it!.

”Udah deh nulis aja”, begitu yang muncul di benakku. Mengingat dalam seminggu terakhir ini aku sibuk banget dan banyak kegiatan. Maklumlah, saben harinya aku kerja di perusahaan konsultan enjinering mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.30 wib, itupun aku berangkat dari rumah lebih pagi, sekitar pukul 06.15 wib karena harus mengantarkan si kecil berangkat sekolah di Madrasah Jalan Bandung. Sementara di kantor kegiatanku juga lagi padat, disamping pekerjaan utama dalam Tim Desain Rehab Daerah Irigasi Kukusan –Lombok Timur, juga sibuk koordinasi dengan para pengurus dan pengelola di koperasi karyawan Sabuyase. Maklumlah aku di koperasi itu sebagai Ketua dan minggu-minggu ini adalah waktunya ‘deadline’ pembagian SHU (Sisa Hasil Usaha) yang telah kami sepakati. Belum lagi sudah dua minggu ini teman-teman di kantor menggelar perlombaan-perlombaan yang menarik untuk diikuti. Baca entri selengkapnya »





ANAK KETURUNAN MALING

17 09 2008

Cerpen : Sucipte Jamuhur MS

“Malam itu larut semakin mencekam, diiringi deburan ombak menghantam tebing karang di pantai Kute. Pangeran Arya Johor bertitah menghunuskan pedangnya. Keempat pangeran itu bertarung! Sengit! Beradu mantra memperturutkan hasrat, saling hujam dengan pedang haus yang siap meminum segar darah. Aneh dan hebatnya, tak setetes darah pun jatuh di atas pasir pantai putih itu. Bahkan erangan kesakitan hampir tak terdengar. Tapi sayang Putri Mandalike yang diperebutkan, naas. Melemparkan tubuhnya ditelan jurang terjal dan dalamnya lautan. Konon sang putri berubah menjadi Nyale, hewan laut yang hanya muncul setahun sekali. Jadi konsumsi masal rakyatnya, hingga sekarang…” Willy, Yono, Indah dan Risa takjub mendengar cerita Saka yang menggebu-gebu, walau mobil perak yang membawa mereka sudah dua hari dalam perjalanan. Baca entri selengkapnya »